Opini_
Menjalani profesi sebagai seorang
Mahasiswa di suatu perguruan tinggi adalah suatu kebanggaan tersendiri,
Mengagung-agungkan diri sendiri pada tatanan masyarakat karna nama iya sandang
“Aku MahaSiswa”.
Mahasiswa dalam suatu institusi
adalah mereka yang menjalani pendidikan PT yang diukur oleh semerter yang
sedang berlangsung. Di pertengahan prosesnya ada mid test dan dipenghujung
semester ada kata final test yang harus dilalui sebagai persyaratan lulus,
kemudian mid & final test juga memiliki persyaratan “kumpul laporan,
kehadiran mencukupi, kartu ujian, dll”.
Aku! Aku tak permasalahkan
persyaratan menuju mid & final test. Hanya saja mengenai persfektifku dalam
relefansinya dengan judul “AKU dan
LAPORAN KOTORKU”. Hal ini beranjak seketika aku diwaktu sela pada momentum
final test dimana aku tak di isinkan ikut dalam proses karna tak kumpul
laporan, Ku berjalan di belakang gedung jurusan dengan mata liar yang tak
sengaja melihat tumpukan kertas dihiasi oleh debu dan berserakan dilantai
belakang jurusan, telah menjadi puing-puing sampah. Dengan tangan iseng kucoba
memilah-milah tumpukan kertas tersebut, ternyata itu adalah laporan-laporan
yang telah dikumpul pada ujian Mid test silam, dengan rasa penasaran makin
kupilah satu per satu dan kudapati tulisan nomor induk mahasiswa atas nama Ch .
sungguh tragis ternyata itu adalah Laporan Kotorku, yang berdealektika menjadi
tumpukan sampah di bagian belakang gedung jurusan.
Laporan kotorku ada didepan mata, laporan
yang aku susun dari pemikiran ini dalam konteks suci dengan niat sebagai acuan
tolak ukur kemampuan dalam rana pendidikan, kemudian dinodai seolah tak ada
nilai guna lagi.
Hematku pada saat menyelesaikan
tuntukan akademik (kerja laporan) bahwa nantinya laporanku akan dikoreksi,
dinilai kemudian aku diberi kritikan dan saran untuk perbaikan kedepannya.
Namun itu hanya pemikiran borosku saja, nyatanya laporan kumpul itu hanya
dilihat nama dan nim-nya saja, entah letak penilaiannya dimana.
Substansinya pendidikan adalah
memanusiakan manusia dimana adat saling menghargai dibudayakan. Apa iya!
Karyaku yang tersusun dalam bentuk laporan dihargai dengan cara seperti itu?
Apa iya! Adat itu akan dialami oleh generasiku di masa kelak? Inikah pendidikan
yang harus diterapkan?
Tulisan ini kubuat beranjak dari
pengalaman dalam harapan mudah-mudahan arti kata pendidikan dapat seirama
hakikatnya seperti sedia kala...
Diposkan di Pangkep, titik 83 km
***Ch
Tidak ada komentar:
Posting Komentar